Seperti yang sudah kita ketahui, terdapat tiga jenis puisi rakyat (puisi lama), yaitu pantun, gurindam, dan syair. Ketiganya memiliki pola dan kebahasan yang tentu saja berbeda-beda.
Menelaah struktur puisi rakyat serta kaidah kebahasaannya memang gampang-gampang susah. Apalagi kamu diharuskan menuliskan laporan hasil telaahmu melalui kalimat-kalimat yang ditulis pada buku. Wah, susah mikirin kata-katanya!
Namun tenang saja, pada tulisan kali ini kita akan sama-sama mempelajari bagaimana sih, memahami isi struktur dan kaidah kebahasaan puisi yang ada pada puisi rakyat beserta contoh hasil telaahnya.
Jenis Kalimat Pada Puisi Rakyat
Kunci mudah agar bisa menelaah struktur dan kebahasaan pada pantun, gurindam, dan syair, adalah dengan mengetahui terlebih dahulu jenis kalimat yang ada pada puisi rakyat.Terdapat lima jenis kalimat yang sering digunakan pada puisi rakyat, yaitu kalimat perintah, kalimat saran, kalimat ajakan, kalimat seru dan kalimat larangan. Berikut penjelasan singkatnya.
1. Kalimat Perintah
Kalimat perintah merupakan kalimat yang isinya bermaksud untuk menyuruh atau memerintah.
Contoh yang sering kita dengar adalah kalimat:
Buanglah sampah pada tempatnya
2. Kalimat Saran
Kalimat saran adalah kalimat yang berisi sebuah masukan kepada orang lain, untuk kebaikan orang tersebut. Biasanya diawali dengan kata sebaiknya, seyogyanya, seharusnya, dan kata-kata sejenisnya.
Contoh kalimat:
Sebaiknya berpikirlah dahulu
Sebelum melakukan sesuatu
3. Kalimat Ajakan
Kalimat ajakan adalah kalimat yang isinya mengajak seseorang untuk melakukan sesuatu. Biasanya diawali dengan kata ayo, mari, dan sejenisnya.
Contoh kalimat:
Mari jaga kebersihan sekolah
Ayo berburu ubur-ubur
4. Kalimat Seru
Kalimat seru ini adalah kalimat yang mengungkap rasa di dalam hati, seperti kagum, senang, sedih, heran dan sebagainya. Biasanya diawali dengan kata alangkah, betapa, sungguh, bukan main, dan sejenisnya.
Contoh kalimat:
Betapa cantiknya bunga di desa ini
Sampai lupa jalan untuk pergi
5. Kalimat Larangan
Kalimat larangan adalah kalimat yang berisi larangan supaya tidak melakukan sesuatu. Biasanya diawali dengan kata jangan, hindari, tidak boleh, dan sejenisnya.
Contoh kalimat:
Jangan egois dengan hanya mementingkan dirimu sendiri
Selain kelima jenis kalimat tadi, terdapat pula kalimat tunggal serta kalimat majemuk yang sering digunakan pada puisi rakyat. Bisa muncul salah satunya, ataupun juga keduanya dalam satu karya puisi lama. Mari kita pahami terlebih dahulu supaya tidak pusing, ygy!
Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal merupakan kalimat yang memiliki satu unsur subjek dan predikat. Sering juga disebut kalimat sederhana atau simpleks, yaitu hanya memiliki satu predikat atau klausa saja.
Contoh kalimat:
Rima peringkat satu di kelasnya
- Rima sebagai subjek
- Peringkat satu sebagai predikat
Kalimat Majemuk
Singkatnya, kalimat majemuk merupakan kalimat yang memiliki dua pola kalimat atau lebih. Kalimat ini biasanya juga ditandai dengan adanya kata penghubung untuk memperjelas kalimat.
Contoh kalimat:
Jadilah pemuda yang berguna untuk masyarakat, agar hidup tak semakin melarat
- Pemuda sebagai subjek
- Yang berguna sebagai predikat
- Agar sebagai kata penghubung dua kalimat
- Hidup sebagai subjek
- Tak semakin melarat sebagai predikat
Kalimat majemuk sendiri dapat dibagi kembali kedalam dua jenis, yakni majemuk setara dan bertingkat.
Kalimat majemuk setara terdiri atas klausa-klausa atau kalimat-kalimat yang memiliki hubungan setara. Konjungsi yang sering digunakan ialah dan, tetapi, sedangkan, atau, kemudian, lalu, dan sebagainya.
Contoh kalimat:
Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang
- Tuhan Maha Pengasih, serta Tuhan Maha Penyayang adalah kalimat yang memiliki hubungan setara. Sehingga jika dua kalimat digabungkan, tidak akan mengubah maknanya.
Sedangkan majemuk bertingkat terdiri anak kalimat (yang bergantung pada kalimat lain), serta induk kalimat (yang tidak bergantung pada kalimat lain). Majemuk jenis ini biasanya ditandai dengan konjungsi agar, meskipun, karena, apabila, sebab, ketika, dan sebagainya.
Contoh kalimat:
Berbaktilah pada orang tua, supaya hidupmu tidak sengsara
- Kalimat hidupmu tidak sengsara merupakan anak kalimat, kalimat berbaktilah pada orang tua adalah induk kalimat. Jika dua kalimat dipisah, maka maknanya tidak akan terhubung sama sekali.
Kata Penghubung yang Sering Digunakan pada Puisi Rakyat
Setelah memahami jenis kalimat pada puisi rakyat, kamu juga perlu tahu dulu kata penghubung yang sering muncul pada karya puisi lama.Kata penghubung bisa juga disebut sebagai konjungsi. Kata hubung digunakan untuk menghubungkan antarkata, antarfrasa, antarklausa, dan antarkalimat.
Terdapat empat jenis kata penghubung yang sering muncul pada pantun, gurindam, maupun syair, yaitu:
1. Kata Penghubung Tujuan
Kata hubung ini digunakan untuk menjelaskan maksud dan tujuan suatu tindakan atau acara. Ditandai dengan kata supaya, untuk, agar, atau guna.
Contoh kalimat:
Supaya tidak bau badan
Hendaknya kita mandi
2. Kata Penghubung Sebab
Kata penghubung ini menjelaskan suatu kejadian atau tindakan terjadi karena sebab tertentu. Ditandai dengan kata sebab, oleh karena itu, karena, sebab itu.
Contoh kalimat:
Sebab gagal menjaga perasaan orang lain
3. Kata Penghubung Akibat
Konjungsi (kata hubung) akibat, menjelaskan bahwa suatu peristiwa atau tindakan yang terjadi muncul karena sebab peristiwa lain. Ditandai dengan kata sehingga, sampai, dan akibatnya.
Contoh kalimat:
Akibatnya banyak yang membenci kita
4. Kata Penghubung Syarat
Kata hubung syarat menjelaskan bahwa suatu hal bisa terpenuhi jika syarat yang sudah diberikan, sudah terpenuhi atau dijalankan. Ditandai dengan kata jika, jikalau, apabila, asalkan, kalau, bilamana, dan sebagainya.
Contoh kalimat:
Jika impianmu ingin tercapai
Bangunlah dan lakukan sesuatu
Selain itu, agar menelaah struktur dan kebahasaan puisi rakyat semakin mudah, kita juga harus memahami kembali ciri-ciri pantun, syair dan gurindam. Masih ingat, kan? Coba ingat-ingat lagi.
Setelah memahami jenis kalimat dan kata penghubung yang sering digunakan pada puisi rakyat, maka saatnya kita membedah isi struktur dan kebahasaan pada pantun, gurindam dan syair. Tentunya saya akan menyertakan contoh-contohnya agar semakin mudah.
Menelaah Beragam Pola Pengembangan Pantun
Dalam menelaah pola pengembangan pantun, kita bisa menuliskan beberapa info dasar ciri-ciri pantun seperti ada berapa suku kata pada tiap larik atau baris, rima akhirnya apa (a-a-a-a atau a-b-a-b), apakah sampiran dan isi memiliki hubungan, dan sebagainya.Selain itu, kamu juga bisa menambahkan jenis kalimat dan kata hubung seperti apa yang digunakan pada pantun yang akan di telaah isinya. Apakah memiliki tanda kalimat perintah, saran, konjungsi sebab, atau sebagainya. Tulislah secara terperinci agar hasil pekerjaanmu dapat dipahami guru.
Sebagai contoh, saya akan menelaah pantun yang saya buat sendiri di bawah ini. Simak baik-baik!
Bersih-bersih di dalam kelas
Di dalam kelas ada Bu Tari
Jangan jadi anak pemalas
Agar tak sesal kemudian hari
Telaah pantun:
Pantun di atas memiliki pola dua larik sampiran, dan dua larik isi. Makna pada larik pertama dan kedua tidak memiliki hubungan dengan larik ketiga dan keempat. Jumlah suku pada masing-masing larik ialah sembilan pada larik pertama, sepuluh pada larik kedua, sembilan pada larik ketiga, dan sebelas pada larik keempat. Pantun tersebut memiliki rima a-b-a-b, dengan jenis rima utuh.
Ditinjau dari jenis kalimat yang digunakan, larik 3 dan 4 merupakan kalimat larangan dengan pola penghubung tujuan (agar…). Larik 3 merupakan larangan agar tidak terjadi sesuatu yang dijelaskan pada larik 4.
Menelaah Struktur dan Bahasa Gurindam
Pada buku siswa pelajaran Bahasa Indonesia kelas 7 halaman 180-181, terdapat beberapa contoh gurindam yang bisa kamu baca. Di sini, saya hanya akan menelaah satu saja, yakni gurindam yang berbunyi:Sayangilah orang tua dengan sepenuh hati
Itulah cara menunjukan bakti
Telaah Gurindam:
Struktur penyajian gurindam pada dua larik di atas merupakan isi yang saling berhubungan. Larik pertama merupakan kalimat perintah agar terjadinya keadaan pada larik kedua. Baris 1 dan 2 gurindam memiliki tiga belas suku kata, dengan pola rima a-a serta jenis rima sebagian.
Ditinjau dari jenis kalimat yang digunakan, gurindam tersebut menggunakan kalimat perintah (sayangilah…).
Menelaah Struktur dan Aspek Kebahasaan Pada Syair
Sama halnya dengan gurindam di atas, saya akan menggunakan contoh syair yang terdapat pada buku Bahasa Indonesia kelas 7 halaman 182. Berikut potongan syairnya:Wahai muda, kenali dirimu
Ialah perahu tamsil hidupmu
Tiadalah berapa lama hidupmu
Ke akhirat jua kekal hidupmu
Telaah syair:
Struktur penyajian syair tersebut terdiri dari 4 baris. Keempat baris tersebut merupakan isi yang berhubungan dengan bait-bait yang lain. Pola rima yang digunakan pada bait syair tersebut adalah a-a-a-a, dengan jenis rima utuh. Larik pertama berjumlah 10 suku kata, larik kedua 11 suku kata, larik ketiga 12 suku kata, dan larik keempat 11 suku kata.
Ditinjau dari jenis kalimatnya, potongan bait syair tersebut memiliki kalimat perintah (kenali…). Baris pertama merupakan kalimat perintah yang diibaratkan pada baris kedua. Secara bahasa, syair tersebut menggunakan bahasa yang lugas namun mengunakan kata kiasan yang sangat mendalam maknanya.
Gimana, sudah paham belum? Apakah ada struktur dan kebahasaan yang saya lewatkan pada contoh di atas? Silakan telaah kembali.
Menelaah struktur dan unsur kebahasaan puisi rakyat sebenarnya sangat mudah. Asalkan kita sudah tahu dulu pola dasar pengembangan pada pantun, gurindam, maupun syair. Kalau sudah di luar kepala apalagi hobi membaca, menelaah puisi lama tak akan susah. Jadi, yuk, semangat lagi belajarnya!
Sekian dulu untuk materi menelaah struktur dan kebahasaan pada puisi rakyat. Jika ada yang ingin ditanyakan, boleh berkomentar di bawah. Saya akan sangat senang menjawabnya. Sampai jumpa pada pertemuan selanjutnya. Bye!
1 komentar