Sudah sangat lama blog ini tidak mengepos tulisan. Sebab seperti yang bisa dilihat di judul, waktu saya benar-benar dihabiskan dengan persiapan kegiatan LT II Pramuka Kwarran Salawu.
Sebetulnya saya ingin menceritakan beberapa keluh kesah sebelum dan sesudah LT II. Tapi rasa-rasanya tidak perlu, karena agak kurang menarik kalau curhatan receh dibawa terus ke blog ini.
Sebagai pembina pendamping (Bindam) medioker sedikit pengalaman, saya dan regu putra dan putri pangkalan MTS Al-Hidayah, bisa dibilang nekat menjejaki kegiatan LT II ini.
Bayangkan saja, saya harus melatih seluruh materi pramuka ke anak-anak pramuka yang pengalamannya juga bisa dibilang nol. Semaphore gak tau, morse celingak-celinguk, baris-berbaris masih kaku, pionering apalagi. Parahnya lagi, semua itu harus dipahami dalam waktu dua minggu lebih sedikit. Tantangan sekaligus beban yang berat.
Tapi untungnya, Kamabigus pangkalan saya, tidak terlalu mengharapkan hasil yang baik. Cukup melihat anak-anak ikut kegiatan saja sudah senang. Apalagi kegiatan pramuka sekolah kami memang baru kembali bangun dari tidur panjangnya.
Sampailah kami di perkemahan, yang lokasinya di Panenjoan. Dengan tanpa beban di pundak, LT II kami hadapi bersama-sama.
20 Januari 2023
Hari pertama agaknya hanya sebatas adaptasi. Kami harus bisa bertoleransi dengan warga di sana, yang cara beribadahnya cukup berbeda. Memang sedikit menyusahkan, tapi mau bagaimana lagi.
Kegiatan pertama yang sudah pasti ada, tentu saja mendirikan tenda. Kami bekerja sama menggali lubang, membuat pagar dan gapura, mengibarkan bendera, membuat parit, dan sebagainya.
Kesan terbaik sekaligus menyedihkan di hari Jumat itu, tentu saja hujan yang sangat-sangat lebat. Sejak siang menjelang sore, sampai malam tiba, bumi perkemahan dilanda genangan air. Sehingga seluruh tenda tidak layak dihuni anak-anak pramuka.
Semua orang berhamburan, hujan-hujanan mencari tempat pengungsian. Tidak ada raut kesedihan karena kegiatan LT II tidak sesuai rencana. Namanya juga anak remaja, hujan hanyalah kesenangan tambahan buat mereka.
Sebagian mengungsi ke sekolah dasar dekat lapangan, beberapa menyewa rumah warga, dan yang lain sedikit beruntung dapat mushola yang lumayan lega. Regu putra kami, kebagian yang beruntung itu.
Meski kecewa tidak bisa tidur di tenda di hari pertama, malam pertama itu tetap kami syukuri. Regu putra Al-Hidayah punya tempat yang nyaman. Karpet sudah tersedia dari ujung sampai ujung lain, terminal atau colokan listrik siap pakai, kalau mau salat tinggal di sana. Bahkan untuk tidur, kami bisa leluasa berpindah tempat.
Untuk mengisi kegiatan, malam pertama diisi beberapa mata lomba yang sejatinya bukan di hari itu. Namun karena sejak awal kami sudah lepas tanpa beban, beberapa lomba kami isi dengan penuh keyakinan.
Sebagai pembina pendamping, saya hanya memberi kalimat sederhana untuk mereka. "Selesaikan, apapun hasilnya nanti. Jangan cepat menyerah, karena melihat orang lain bisa."
Adaptasi dengan hawa yang sangat dingin di malam hari juga harus kami lakukan. Buat mereka hawa dingin sepertinya tidak mengganggu aktivitas tidur, tapi bagi saya ini kabar buruk.
Tubuh saya sangat terganggu dengan rasa dingin. Malam itu saya sulit sekali tidur nyenyak. Apalagi harus mendengar suara mendengkur dan mengigau anak-anak didik saya. Haha.
Hari pertama yang cukup berkesan, meski harus diakui sangat mengecewakan. Intinya, pramuka tanpa tidur di tenda adalah sesuatu yang kurang sempurna.
21 Januari 2023
Pagi yang cerah, pemandangan di sekitar bukit Panenjoan yang akhirnya bisa dinikmati, lapangan perkemahan yang sudah mengering. Seperti oase di tengah padang pasir.
Hari kedua ini diisi penuh dengan kegiatan lomba. Seperti pionering atau tali-temali, PPGD, isyarat semboyan, menaksir tinggi, panorama skets, baris-berbaris, dan sebagainya.
Kegiatan hari kedua cukup lancar. Hampir tidak ada halangan yang membuat panitia kelimpungan. Bahkan hujan yang kembali mengucur dari langit pun tak membuat gentar adik-adik pramuka. Semua bersenang-senang layaknya suasana pramuka.
Buat saya sendiri, hari kedua cukup melelahkan. Saya, dan beberapa pendamping cukup kewalahan mengatur anak-anak yang sejatinya selalu ingin bermain. Ditambah lagi dengan perasaan kurang percaya diri mereka menghadapi lomba, yang jelas harus dibangkitkan. Sebuah pengalaman yang pasti dijadikan pelajaran.
Untung saja, mereka bisa meresapi apa yang saya katakan. Beberapa sempat menyerah, namun akhirnya bangkit lagi. Bahkan mata lomba yang awalnya tidak direncanakan diikuti, mereka isi tanpa ragu sama sekali. Apresiasi tertinggi buat mereka.
Sayangnya, sampai sore tiba, tidak ada tanda-tanda langit berdamai. Tenda kembali tak bisa dihuni. Yang artinya, tidak ada kenangan menginap di tenda. Hanya diganti tidur di mushola. Aduh.
Malam terakhir perkemahan diisi dengan kegiatan api unggun. Sedianya, jika sesuai jadwal, api unggun ini dilaksanakan dua kali. Tapi seperti yang sudah saya ceritakan, hujan sedikit menghambat rencana.
Suasana api unggun diisi dengan pesta pora, joget-joget, nyanyi-nyanyi, melepas penat dari hari yang padat dengan lomba. Saya sendiri hanya mengikuti suasana prosesi upacara api unggun saja, lalu kembali ke mushola untuk tidur.
Dari kabar yang saya terima dari anak-anak, kegiatan api unggun terpaksa dihentikan karena adanya beberapa orang yang pingsan dan kesurupan. Sesuatu yang tidak aneh, terlebih di tempat yang dekat dengan perbukitan. Jujur masih skeptis dengan hal mistis tersebut, tapi jika mendengar ceritanya tetap saja lumayan seru.
22 Januari 2023
Hari terakhir, hari sayonara. Hanya ada dua lomba tersisa yang dijadwalkan pagi itu. Yaitu korve dan karnaval budaya. Kegiatan yang menyenangkan bagi peserta, tapi membosankan bagi pembina. Tugasnya hanya menunggu mereka beres saja. Udah, gitu aja.
Tidak ada yang mengesankan di Minggu pagi itu. Apalagi mengetahui pangkalan kami hanya memenangkan satu mata lomba saja, itupun mungkin hanya sebatas hiburan dari penyelenggara.
Kesan terbaik bagi saya hanya saat menerima piagam untuk sekolah, dan sertifikat bagi para pembina. Tidak ada lagi.
Hanya anak-anak pramuka yang punya kesenangan sendiri. Mereka terlihat bahagia, apalagi memiliki banyak teman baru.
Walaupun bisa dianggap kalah, pangkalan kami tidak mau keseruan itu dinikmati regu sendiri. Mereka tak sungkan berkenalan, dan bergabung membuat kelompok sendiri dengan pangkalan lain. Dari status di WhatsApp mereka, tercatat ada tiga sekolah yang bergabung membentuk kelompok. MTs Al-Hidayah, MTs Nurul Ulum, dan MTs Al-Mursalin.
GALERI
Penutup
Sebetulnya saya gatal ingin mencurahkan segala keluhan di LT II. Tapi sepertinya tidak etis dan takut menyebabkan kontroversi berkepanjangan. Jadi, ya nikmati sendiri saja keluhannya.
Pada intinya, kegiatan pramuka perdana sebagai pembina ini adalah hanya sebatas pelajaran dan bekal untuk tahun-tahun nanti. Itupun jika saya masih bisa. Semoga saja tidak banyak godaan apa-apa.
LT II juga membuat saya paham bagaimana sulitnya mengatur anak didik yang kebanyakan lebih suka bermain daripada cuma ikut lomba saja. Juga bagaimana membuat mereka kembali optimis tanpa melihat orang lain.
Saya juga bertemu orang-orang lama yang sempat satu Ambalan di SMA dulu. Meskipun kadang merasa malu sendiri, apalagi melihat mereka meraih banyak prestasi.
Sakit hati gagal menjadi pembina, tentu iya. Tapi mau bagaimana lagi? Semua hanya menjadi ingatan buruk, dan akan menjadi dendam tersendiri. "Saya, dan anak-anak pramuka Al-Hidayah, harus bisa jauh lebih baik kedepannya."
Itu saja untuk mengawali keaktifan kembali blog ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca. Salam pramuka, salam satu tunas kelapa!
Posting Komentar