Tak semua, sudah pasti. Hanya beberapa saja yang entah mengadu urat malu syaraf demi "kemaslahatan", atau memang sekedar belum dewasa saja. Memasang zirah buat melindungi diri, takut sesuatu yang selama ini ia sembunyikan, ketahuan. Mungkin. Saya rasa sangat omong kosong jika seluruh pembelaan berpatok pada kesejahteraan. Mengingat, tidak ada satupun yang mau mengalah karena melihat ummatnya saling berargumen beradu amarah. Bukannya berdebat sehat, malah mencari-cari aib yang ada. Dipikirnya, "oke, gua masih ada yang bela," lalu mengecualikan yang bersinggungan dengan dirinya.
Come on, bung! Sekeras itukah hati kalian, hanya demi "pembenaran" yang maaf, tanpa tujuan? Rakyat yang masih waras dan benar-benar ingin kedamaian, pasti capek. Setiap buka sosial media, keluarnya adu domba. Baca koran, isinya kebodohan. Berusaha menghindari pun, algoritma tak mengizinkan. Menutup semua hal berbau internet juga, berpengaruh pada kuliah maupun kerjaan. Serba salah.
Masuk kuping kanan, keluar kuping kiri, kata guru ngaji saya. Banyak orang-orang damai yang menyindir kalian berdua, tak jua membuat salah satu mendeklarasikan, "iya juga, ya?" Jangan terlalu percaya diri, mereka tak mau memilih yang mana, mereka tidak ada niatan mau di posisi politik atau agama. Memilih orang yang menentang Maha Penyabar Tuhan, mana bisa.
Memang sulit menyamakan ideologi, tapi sesulit apa saling mengingatkan diri? Mentafakkuri apa yang sesungguhnya terjadi pada ummatmu hari ini. Mereka-mereka, yang baca tulis saja tak mampu, hanya memilih dengan "sebungkus nasi." Bapak, Ibu, Bib, Ulama-ulamaku yang sejujurnya kucintai dan hormati, yang terpengaruh atas kegaduhan ini bukan hanya satu pribadi, tapi juga setengah rakyat NKRI. Bagaimana mau damai, yang harusnya merangkul saja, cuma bisa begini.
Hiatus.
2 komentar