Bersosialisasi kini tak melulu harus bertemu atau bertatap muka secara langsung. Melalui media sosial, kita dapat berkenalan dengan semua orang di berbagai daerah Indoneasia bahkan sampai di negara yang berbeda. Seperti kata orang, "mendekatkan yang jauh," itu memang nyata.
Seolah jadi kebutuhan primer, tak lengkap rasanya bila seseorang tak punya sosial media di hidupnya. Bahkan anak kecil di bawah usia 13 pun punya sosial media. Yap, anak kecil zaman ini mainan barunya adalah sosial media. Khususnya di sosial media terbesar, Facebook. Tulisan statusnya tidak berlebihan kok, hanya soal cinta, hanya itu saja. Maaf bercanda, itu memang tak cukup pantas buat mereka.
Sebenarnya siapa sih yang menyebabkan anak-anak bisa dengan mudah memiliki sosial media? Apakah benar atas inisiatif sendiri atau justru ada orang tua di balik ini semua? Maaf saja jika orang tua harus terus dikaitkan. Seperti yang sudah umum diketahui, pendidikan pertama dan utama seorang anak jelaslah keluarga dekat, lebih khusus kedua orang tuanya. Jadi, mestinya memang selalu dikambing hitamkan.
Ibu dan bapak, tanpa mengurangi rasa hormat, cobalah pahami dulu bagaimana dampak negatif sosmed untuk anak-anak anda. Jangan dulu bangga ketika anak anda memiliki sosial media pribadinya.
Isi dalam sosial media masih banyak yang terlalu sensitif untuk bisa dipahami anak-anak. Jangan sampai anda menyesal pada akhirnya. Berniat ingin mengenalkan teknologi sampai lupa mengajari ilmu psikologi serta jati diri.
Mau tahu apa saja beberapa dampak negatifnya? Saya akan menjelaskan beberapa di antaranya.
Sedang belajar berbohong
Tanpa disadari, anak-anak yang sudah memiliki akun sosial media sudah mulai belajar berbohong. Parahnya, mereka bisa dengan mudah membohongi layanan platform sosmed itu sendiri. Sampai segitunya? Ya, sampai segitunya Pak, Bu.
Ambil contoh saja sosial media Facebook. Dalam ketentuan layanannya, Facebook sudah memberikan aturan rentang usia yang boleh memiliki akun di sana. Secara umum, Facebook melarang anak di bawah usia 13 tahun untuk memiliki akun di situsnya. Untuk ketentuan lebih lengkap, silakan baca di sini: Ketentuan Layanan
Jadi, bagaimana mungkin seorang anak di bawah usia 13 tahun bisa mengakses layanan ini? Tentu saja dengan memanipulasi tanggal lahirnya saja. Sesederhana itu, dan Facebook tidak tahu trik ini. Atau mungkin pura-pura tidak tahu?
Di beberapa sosial media, macam Twitter, Instagram, serta Quora, juga memberi batas usia penggunanya antara 13 tahun ke atas. Tentu, dengan ketentuan layanan yang berbeda-beda. Bahkan di Twitter, jika saat daftar tanggal lahirnya di bawah 13 tahun, maka dengan tegas akan dilock hingga benar-benar sudah mencapai 13 tahun.
Saya tidak berarti menganggap mereka sudah berbohong. Siapa tahu yang membuatnya bukan mereka, melainkan orang dewasa. Tapi apapun alasannya, mereka sedang belajar berbohong. Masih wajarkah?
Belajar sesuatu yang belum waktunya
Kita singkirkan dulu manfaat besar memiliki sosial media, bagi orang dewasa. Jujur saya masih bingung, apa manfaat sosial media buat mereka. Belajar berwirausaha di sosial media? Berdebat, mengeluarkan pendapat, berpolitik, ghibah, mempelajari isu agama, maksiat? Saya benar-benar tidak tahu. Yang saya perhatikan, mereka hanya bergelut dengan ilmu cinta-cintaan. Itu juga belum pantas buat mereka.
Iya, di sana mereka hanya bicara soal cinta. Kata-katanya (yang saya kira hasil dari googling) sungguh romantis dan manis. Kode-kodean, menandai akun sosmed doinya, berbalas komentar dengan nama panggilan khusus, dan sebagainya. Ayolah Nak, sosial mediamu bisa dilihat semua orang. Kenapa tidak kirim pesan saja, di Facebook juga ada layanan... Eh tunggu, kenapa seolah malah ikut mendukung mereka memiliki sosial media? Hehe maaf, khilaf.
Kejahatan mengintai mereka
Hal inilah yang lebih berbahaya untuk mereka. Kejahatan sosial media sangat marak terjadi. Orang dewasa saja bisa menjadi korban, apalagi anak anda. Masih sayang sama mereka bukan?
Coba luangkan waktu sejenak, tutup sosmed anda, cari berita kejahatan yang bermula dari sosial media. Bagaimana? Sudah mencarinya? Banyak sekali bukan? Kejahatan-kejahatan seperti itu rentan juga bagi anak kesayangan anda. Berhati-hatilah.
Untuk yang malas mencari atau terhalang kuota menipis bahkan kosong, saya akan memberi tahu beberapa kejahatan apa saja yang dapat mengintai anak anda.
Satu kejahatan yang sangat sulit untuk dideteksi adalah kejahatan seksual bernama pedofilia. Pedofilia adalah gangguan seksual yang berupa nafsu seksual terhadap remaja atau anak-anak di bawah usia 14 tahun. Orang yang mengidap pedofilia disebut pedofil. Seseorang bisa dianggap pedofil jika usianya minimal 16 tahun. (Sumber: Hello Sehat)
Anak-anak sangat ambisius sekali dengan yang namanya perhatian. Jika mereka mengunggah foto kece mereka, lalu banyak yang suka, tentu mereka bakal terus mengulanginya. Hal ini bisa jadi sasaran empuk bagi penjahat pedofilia.
Mereka bisa dengan mudah mengambil gambar anak anda hingga berkomunikasi dengan mereka tanpa anda ketahui. Sangat mudah bagi pelaku untuk membuat mereka melayani nafsu sang penjahat seksual anak. Dari satu orang, bisa disebar ke berbagai grup atau komunitas yang sama gilanya. Sekali lagi, tanpa anda ketahui.
Selain pedofilia, kasus penculikan bisa juga mengintai. Di dunia sosial media, data pribadi merupakan hal yang cukup menyenangkan untuk dipublikasikan. Saling berbagi lokasi rumah, nomor WhatsApp, hari ulang tahun, sekolah di mana dan hal-hal pribadi lainnya. Menyenangkan sekaligus bumerang. Dengan diketahuinya lokasi tempat tinggal serta lokasi sekolah mereka, itu cukup membuat penculik senang. Tak perlu capek-capek mengintai dari kejauhan, cukup mengintai akun sosial medianya saja.
Sebenarnya masih banyak kejahatan yang bisa terjadi akibat sosial media. Tinggal anda rajin mencari informasinya saja.
Kecanduan
Jika sosial media sudah dapat menghipnotis hidup anak anda, hingga tidak mau perhatian dengan dunia realitanya, sebaiknya anda hati-hati. Jangan sampai sosial media menjadi candu lain sehingga membuat sikap individualis mengotak pada diri mereka hingga dewasa.
Mulailah ajak mereka bermain di laur bersama kawannya tanpa gadget mereka. Atau mudahnya ajak mereka bermain bersama anda—sekali lagi, tanpa gadget. Masih banyak kok media yang membuat mereka peka terhadap sosial. Bukan melulu harus daring seharian.
Wahana bermain mereka bukan sosial media
Nomor 5 ini sebenarnya adalah kesimpulan dari 4 poin di atas. Dibaca juga tidak apa, asalkan anda paham yang 4 tadi.
Pada intinya sosial media bukanlah wahana bermain buat mereka. Anak seusia tersebut sangat rentan untuk bisa dipermainkan kejiwaannya. Entah soal kejahatan yang bisa terjadi atau sekedar pemikiran-pemikiran ekstrim soal SARA. Kalau anda rajin membaca komentar di salah satu postingan yang menyinggung SARA, anda bisa menemukan komentar dari akun anak kecil yang sejatinya terlalu vulgar dan miris membacanya.
Jadi, apa yang harus dilakukan? Seperti yang sudah disebutkan pada poin nomor 4, ajaklah mereka menjelajahi dunia nyata. Jangan takut kotor-kotoran, hujan-hujanan, toh itu menyenangkan juga buat mereka. Asal jangan lupa mandi saja. Kalau bisa dan sepatutnya bisa, hapus akun sosial media mereka untuk sementara. Anda tidak berdosa atau sampai melakukan pelanggaran HAM, saya yakin. Itu untuk kebaikan anak anda juga.
Ribet amat! Artis juga bikin tuh buat anak mereka!
Seberapa baguskah finansial anda untuk bisa menyewa seorang penjaga 24 jam buat mereka? Seberapa yakinkah anak anda bisa jadi terkenal hingga bisa mendapatkan pundi-pundi uang semata? Atau seberapa tega anda, sampai memanfaatkan anak untuk dijadikan ladang bisnis atau usaha maya? "Oh, tidak, ini soal masa kini." Ayolah, kasihanilah anak anda. Kita tidak tahu apa yang sedang dirasakan seorang anak, ketika ia "dimanfaatkan" untuk mencukupi kebutuhan dapur anda.
Mending kalau dia memang enjoy dengan gaya hidupnya di sosial media. Tapi kalau sebaliknya, mereka pasti stres dan terganggu jiwanya. Kalau tingkat kejiwaannya makin memburuk, jangan harap bisa sembuh dengan cepat. Bukan menakut-nakuti, tapi berjaga-jaga saja.
Itulah beberapa dampak negatif sosial media yang bisa menyerang anak anda. Mau peduli atau tidak, itu terserah bapak dan ibu saja. Tapi ingat satu hal, jangan sampai menyesal di kemudian hari.
Posting Komentar