YouTube/Najwa Shihab |
Beberapa hari yang lalu, bahkan sampai tulisan ini terbit, Najwa Shihab berhasil menggetarkan jagat sosial media Indonesia. Perempuan yang sering dipanggil Mbak Nana ini, bermonolog dengan kursi kosong di kanal YouTubenya. Kursi itu, seperti yang sudah kita tahu, seharusnya diisi oleh menkes kebanggaan kita, yakni Pak Terawan. Salah seorang yang sangat berandil besar terhadap penyelesaian wabah yang masih belum juga berakhir di negeri ini.
Namun, satu hal yang berhasil menggelitik uluh hati saya bukan lagi soal monolog mbak Nana itu. Saat ini sudut pandang saya jadi teralihkan pada sebuah tweet—tentunya di Twitter—yang menyebutkan bahwa kasus mbak Najwa Shihab terhadap Pak Terawan adalah kasus perundungan. Lah, kok bisa?
Saya saja yang awam psikologi, apalagi soal syarat dan ketentuan perundungan atau bully saja sampai kebingungan. Masa iya Mbak Nana membully Pak Terawan? Bahkan ada yang sampai membawa-bawa perasaan keluarga Pak menteri.
Iya, kalau soal rasa malu dan sedih yang diterima keluarganya itu pasti. Tapi bukankah Pak Terawan itu paham sedari dulu, bahwa kalau sudah siap jadi "pembantu" rakyat artinya siap juga dihujat? Kalau memang kinerja atau tingkahnya tidak mencerminkan sebagai menteri yang bertanggung jawab.
Lagipula, saya juga sempat mengikuti beberapa episode Mata Najwa. Mbak Nana sempat beberapa kali mengundang Pak Terawan untuk duduk dan memberikan pencerahan buat rakyatnya yang masih kebingungan.
"Pak, masih banyak lho yang menganggap wabah ini cuma hoaks. Sehoaks soal nasi kucing itu lho."
Saya juga sadar bahwa tahun ini jadi tahun berat bagi Pak menteri. Apalagi beliau baru menjabat, pasti cukup keteteran dan penat. Tapi setidaknya bicaralah soal keluh kesah yang dihadapi kepada rakyat. Siapa tahu kekuatan warganet +62 dalam berkoar di sosial media bisa menjadi masukan buat anda.
Mbak Nana adalah perwakilan dari kami yang memang butuh jawaban dari Pak Menteri. Kalau pak menteri sudah berani, soal rakyat percaya atau tidak, itu urusan mereka. Yang penting Pak Terawan bicara blak-blakan, tidak ditutup-tutupi, dan sejujur-jujurnya. Bapak bukan anak ingusan yang baper kalau sudah kena sindiran. Bapak bagian dari wakil rakyat yang tentu senang kena kritik. Tentu.
Yuk Pak, pasti bisa, yakin saya. Mbak Nana, rakyat Indonesia, menanti anda bicara.
Dah, gitu aja.
Apa? Mbak Nana mau monolog lagi? Baik, silakan Mbak.
4 komentar