Bukan tanpa sebab, saya pernah mendengar beberapa cerita dari saudari ipar soal pesan di facebook yang penuh dengan para akhi modus. Sering saya amati juga beberapa kelakuan anak-anak remaja berpeci dan surban, mondar-mandir mengomentari status ukhti. Maka dibuatlah percobaan, penasaran saja, seberapa barbarkah para akhi ini bermodus ria di sosial maya.
Amunisi sudah cukup terpenuhi. Sudah cukup prepare sehingga sangat yakin akan ada satu dua orang yang terkesima.
Memang benar dugaan saya. Belum selang beberapa jam saja, sudah banyak para akhi yang menge-add akun hode tersebut. Dikonfirmasilah pertemanan mereka, yang membuat jempol ini pegal.
Seakan ditimpa buah apel manis dari langit, para akhi ini gencar melakukan gerakan "ta'aruf". Mulai dari ucapan salam yang templatnya sama, seperti, "Assalaamualaikum, ukhti. Boleh taarufan?" Lah, segampang itukah proses itu? Begitu kira-kira kekagetan saya. Saya mencoba berpikir positif, taaruf di sini mungkin sekedar ingin kenal tanpa bermaksud ke hal yang jauh lebih intens.
Prajurit-prajurit ini rata-rata memang hanya sekedar ingin berkenalan, silaturahmi saja. Tidak lebih. Atau bisa jadi saya yang salah melakukan strategi, atau merekanya saja yang ciut ketika saya hanya menjawab singkat tanpa basa-basi. Ah bodoh amat, ada cerita yang lebih bikin merinding.
Dari sekian banyak yang gagal "taaruf" dengan saya (geli juga membayangkannya), ada satu akun yang barbarnya di luar dugaan. Tidak mungkin saya menyebut namanya, tapi yang jelas memang fakta alias nyata.
Ia sepertinya sudah agak berumur, dilihat dari beberapa guratan kulit yang sudah muncul. Awalnya biasa, berkenalan layaknya akhi-akhi lainnya. Bertanya umur, tempat tinggal, hingga sekolah.
Tak ada hujan tak ada angin, sang akhi mengajak saya menikah (makin geli membayangkannya). Tentu, saya jawab, saya masih sekolah. Dengan kepercayaan diri beliau, sang akhi bersedia menunggu, katanya. Bahkan yang paling gila, ia juga mau membiayai pendidikan saya kalau misalnya mau menikah dengan si akun hode ini. Sejak itu, saya tak lagi berani menanggapi. Bukan karena takut, melainkan mungkin dia memang sangat serius untuk mencari jodoh di sosial media. Untuk usia beliau, wajar saya kira.
Dari beberapa sampel, si bapak inilah yang menurut saya paling mengerikan. Belum juga kenal, langsung ngajak halalin. Untung saya tidak melanjutkannya, kacau kalau tiba-tiba dia tahu yang sebenarnya.
Beberapa sampel lainnya, masih dianggap wajar meski untuk seukuran ukhti dianggap agak kurang ajar. Misalnya gombal-gombalan ngajak nikah padahal masih anak SMA, meminta foto yang wajahnya terpampang nyata, sampai memaksa-maksa meminta alamat dan nomor WA.
Lantas, apa kesimpulan dari semua ini?
Saya pikir, wajar kalau misal hanya sekedar ta'aruf dalam konteks sebatas kenalan saja. Yang tidak benar adalah jika makna ta'aruf tersebut diniatkan sebagai proses menuju pernikahan. Karena yang saya tahu, ta'aruf dalam konteks tersebut punya aturan sendiri. Bukan sekedar blablabla di pesan singkat, lalu sudah dianggap sah mengikat setengah hatinya. Tidak semudah itu, Fulgoso!
Lalu, soal silaturahmi, baiknya lakukanlah seadanya. Jangan terlalu memberi hati, jadi baper setengah mati. Berkata-kata modus, siapa tahu jadi tambatan hati. Ujung-ujungnya sebutan akhi-ukhti tercemari.
Ya kalau niatnya mau pacaran, ya sudah jangan membawa-bawa silaturahmi modus agama. Takutnya, pacaran akan dilegalisasi semau diri dengan alibi yang penting islami. Kan sebetulnya pacaran memang dilarang, apapun alasannya. Kecuali, sudah sah menikah, pacaran di manapun bebas. Asal bawa KTP, sekalian buku nikah, kartu KK kalau perlu. Buat kehati-hatian, tiba-tiba digrebek kan brabe.
Bermodus ria supaya mendapat pujaan hati sama sekali tidak saya larang. Asalkan sudah pada waktunya, untuk orang yang memang mau sesuai jalan agamanya. Kalau tidak mau, ya silakan pacaran, tapi jangan bawa-bawa agama islam apalagi modus tektek bengek silaturahmi. Jijik!
Saya? Jujur saja saya juga punya beberapa kenalan wanita di sosial media, bahkan ada satu orang yang ya... diperjuangkanlah istilahnya. Tapi, saya sangat tidak berani mendeklarasikan itu sebagai bagian dari proses ta'aruf. Ngeri cuy!
Terakhir, untuk kamu para ukhti sejati, berhati-hatilah dengan para akhi modus ini. Jangan terlena dengan kata-kata mereka, jangan terpana dengan jubah, peci dan surbannya. Karena akhi yang serius ingin mempersuntingmu, akan langsung datang kerumah tanpa kamu tahu.
5 komentar
Eh tapi kan ini akhi akhi (aki-aki aja bagusnya wkwkk), biasanya status medsosnya adem2 gimana cara filternya yah🙈
tulisan nya bagus, padat, dan jelas,,
Intinya bukan cuma ukhty aja seh yg perlu waspada terhadap kejahatan yg bisa terjadi dari dunia maya,, tetapi semua wanita entah itu masih anak-anak, baru beranjak remaja, atau bahkan sudah menikah pun harus tetap waspada. Penipuan, penculikan, dan kejahatan lain bisa bermula dari medsos facebook ini
Betul sekali, wanita itu harus bisa menjaga diri dari hal berbau pelecehan, termasuk di sosial media.
Padahal saat taaruf ada banyak tahapan untuk saling mengenal dengan didampingi perantara. Tidak semudah itu.
Yap, apalagi ta'arufnya di sosmed. Kasusnya pernah terjadi pada salah satu aktris Indonesia. Padahal dia salah satu aktris idola saya. Haha