Beberapa minggu ke belakang, jagat maya dihebohkan dengan salah satu sinetron remaja yang tayang di SCTV. Yap, Dari Jendela SMP.
Sinetron yang memiliki kesamaan dengan film Dua Garis Biru ini menuai kehebohan. Ada yang pro adapula yang kontra. Sesuatu yang klasik sebetulnya. Lantas apa sih yang didebatkan? Yuk, kita ulas secara singkat saja.
Mari kita masuk!
1. Dianggap Memberi Dampak Buruk Bagi Remaja
Sinetron ini merupakan adaptasi novel karya Mira W. dengan judul yang sama. Bercerita tentang dua anak remaja bernama Wulan dan Joko yang saling jatuh cinta, tapi berakhir kebablasan. Bagi kamu yang ingin membaca ulasan lengkap novelnya bisa dicek di Goodreads: Dari Jendela SMP.
Kembali lagi ke sinetronnya.
Yang membuat sinetron ini ramai dibicarakan karena terdapat kenyataan bahwa Wulan hamil. Tentu, anak SMP, hamil, sangat tidak pantas. Begitu kira-kira menurut pandangan warganet.
Banyak yang beranggapan, Wulan dan Joko bisa berdampak buruk bagi kalangan remaja masa kini. Sangat mudah ditiru, terlebih zaman ini memang sudah menjadi zamannya kebebasan. Kebebasan yang terlalu bebas.
Bisa saja, dan kemungkinan besar, remaja akan menganggap bahwa hamil adalah hal wajar di usia itu. Padahal jelas, menurut beberapa ahli, kehamilan di usia remaja akan sangat beresiko tinggi.
Selain itu, apa jadinya moral bangsa ini jika remaja hanya tahu soal cinta saja?
Coba kamu simak saja, hampir di semua media, kontennya kebanyakan cinta. Sinetron televisi, buku novel, konten YouTube, musik, film, dan sebagainya.
Bukan tanpa alasan. Karena memang, topik cinta selalu laris manis dibanding yang lain. Terlebih jika sudah menjurus ke hal yang berbau seks dan pergaulan bebas. Beuh, trending langsung! Asli.
Pihak penayang, dalam hal ini SCTV juga bukan abai. Jika kamu penonton setia salah satu stasiun TV swasta ini, kamu pasti setuju bahwa SCTV ini masih punya kepedulian memberikan tayangan yang berkualitas.
Masih ingat dengan Anak Kaki Gunung? Laskar Pelangi The Series? Atau lebih jauhnya Sinema Wajah Indonesia? Tiga contoh itu bisa jadi patokan bahwa SCTV masih peduli. Walaupun memang, sekali lagi, sangat disayangkan acara-acara tersebut sepi peminat.
Jadi sebenarnya apakah Dari Jendela SMP bisa seratus persen berdampak buruk, dan SCTV tidak berkualitas? Sepertinya tidak.
2. R13+ yang kurang jelas
Setelah sekitar dua episode saya menonton sinetron Dari Jendela SMP ini, satu kesimpulan yang saya dapat.
Sinetron ini tidak terlalu buruk, bahkan bisa membantu orang tua mengajarkan pendidikan seks buat anaknya.
Jujur saja, memang sinetron ini tidak terlalu buruk. Pesannya masih cukup sering terdengar di telinga. Meski memang, yang namanya sinetron saat ini, lebih banyak adegan romantisnya.
Anehnya, kok sampai dicekal berlebihan sampai tidak melihat kode siaran? Mungkin salah satu masalahnya adalah kode siaran yang kurang jelas sampai hampir tidak bisa dilihat. Bahkan tulisan di bawah kodenya benar-benar tidak terbaca sama sekali.
Seharusnya pihak penayang bisa sedikit memperjelas kode penggolongan siaran tersebut. Jangan bilang itu sengaja?
Untuk yang belum tahu, R13+ artinya acara tersebut untuk Remaja. Namun, karena sesuatu yang lebih intim dibahas di sinetron tersebut, maka sebaiknya orang tua bisa ikut nonton dan membimbing remajanya.
3. Kok Anak-anak Juga Ikut Nonton?
Yang jadi masalahnya sekarang adalah, anak-anak juga ikut nonton. Ini sebuah kenyataan yang sebetulnya sudah lama diabaikan.
Pernah suatu malam, saat hendak salat isya, saya melihat seorang anak teriak memberi tahu temannya bahwa Joko gagal jadian dengan Wulan. "Hah? Seheboh itukah buatmu, nak?"
Miris? Tentu saja. Hal itu membuktikan bahwa kita sebagai orang dewasa masih sangat sulit beradaptasi dengan anak zaman sekarang. Anak-anak sulit diajak menonton yang layak. Karena sedikit sekali tontonan buat anak, maka larinya ke kakak-kakak mereka.
Anak masa kini tak seperti dulu, yang lebih suka memperebutkan ranger merah. Anak sekarang lebih suka nongkrong, mabar dan bahas-bahas cinta.
Tentu saja tidak semua. Masih banyak lho, yang suka nonton kartun ketimbang mengurusi cinta monyet.
Simpulan
Simbiosis mutualisme antar penonton dan pelaku media sangat diperlukan dalam hal semacam ini. Mau bagaimana pun, media akan selalu mengikuti arah penonton. Jika penonton lebih suka sinetron berbau cinta, ya media akan menurutinya.
Apakah tidak ada acara berkualitas di era ini? Masih ada, meski sedikit. Si Bolang, Laptop Si Unyil, serta acara remaja dan anak yang cukup sering tayang di RTV di antaranya.
Maka, tugas kita lah sebagai orang yang lebih dewasa untuk bisa membimbing mereka. Bukan malah sibuk mendebat, sampai lupa mendidik.
Segitu saja buat hari ini. Ikuti semua sosial media Ruang eNIeR agar kamu bisa terus update dengan tulisan baru. Jangan lupa juga share tulisan ini kalau dirasa bermanfaat dan layak dibaca. Sampai jumpa di lain kesempatan.
4 komentar
Untuk anak anak d perkukan bimbingan oran tua, untuk menginput informasi ke memory anak, bahwa hal yg mereka tonton bukan lah hal yg baik untuk di tiru, ,
Terkadang untuk melihat kebenaran kita harus masuk ke sisi gelap nya, setelah nya tergantung kalian, temukan kebenaran nya atau ikut tenggelam dalam kegelapan nya
Sehingga perlu sadar sebagai ortu maupun saudara atau keluarga untuk dapat memilih dan memilah tayangan yang baik untuk anak.
Ngomong-ngomong ini Indra? Indra yg mana nih? 😅